"CERPEN" CINTA TERPENDAM DI MASA PUTIH ABU-ABU
Masa putih abu-abu
Masa yang paling dirindu
Kenapa tidak?
Yang jelas pada saat itu aku sedang jatuh cinta
Pertama kali masuk memijakan kaki di bangku SMA. Saat itu pula aku jatuh cinta pada pandangan pertama. Senyuman merona itu sangat menggoda rasa.
"Hey, nama kamu siapa?" tanyaku pada pertemuan pertama itu.
"Aku Ifah dan ini temanku Yuli. Kamu namanya siapa?" Balik Ifah bertanya
"Oh ya, salam kenal. Aku Andri dari kelas IPA 1" Sambil tersenyum.
"Aku masuk ruangan dulu yah, semoga bisa berjumpa lagi" Sembari aku masuk ruangan.
Aku tidak tau apa yang ku rasakan saat ini, yang jelas ada sesuatu yang menarik ketika lirikanku terpaku ketika dia tersenyum. Dan ternyata dia satu kelas denganku. Kita sama-sama terkejut ketika duduk sebangku.
"Loh, ternyata kamu kelas IPA 1 juga?" tanyaku
"Kamu juga? Nggak disangka ya kita bisa satu kelas, padahal kita sempat kenalan di luar kelas tadi." Tersenyum
"Hehe, iya Fah. Oh iya, temanmu Yuli tadi kelas mana?" tanyaku ke dia penasaran.
"Dia IPS 1, sebenarnya IPA 1 juga sih. Namun ia maunya ke IPS, jadinya pindah"
"Loh, kenapa pindah" So' panik gitu
"Nggak tau Andri, cuma dia bilang tadi mau pindah IPS aja katanya" jawab Ifah
"Oh iya" Sambil tersenyum
Saat Ifah duduk disalah satu kursi kelas aku terkejut dan ternyata dia sekelas denganku. Jadinya, bisa ketemuan setiap hari dong sama dia. Hehe...
Sudah hampir beberapa bulan aku dan Ifah begitu akrab. Awalnya aku sangat suka melihat dia tersenyum, dia kini telah berhasil membuatku jatuh cinta. Namun, aku sangat ragu mengungkapkan perasaan ini ke dia. Karena kami sudah sangat akrab dan tentunya sudah memahami sifat masing-masing.
Kini sudah masuk kelas 2, aku belum bisa menuangkan rasa sukaku pada Ifah. Lantaran aku dan dia sudah berjanji akan menjadi sahabat terbaik. Pada suatu hari aku sangat kecewa melihat dia dengan seseorang cowok. Dan itupun adik kelas.
"Ifah, ke kantin yuk" Ajakku ke Ifah
"Ayok, aku juga laper nih. Tapi kamu yang traktir yah hehe" Canda Ifah
"Hehe, gampang. Kan aku yang ngajak" Sambil berjalan menuju kantin.
Setelah tiba di kantin, kami sedang asyik-asyikan becanda sambil menunggu pesanan datang.
Tiba-tiba ada seorang cowok yang menyapa Ifah. Sebenarnya sangat kesal dengan mereka namun tak mampu ku tunjukkan ke mereka berdua.
"Eh Ifah, katanya tadi masih di dalam kelas. Tiba-tiba sudah nongol di kantin" sahut pria tersebut.
"Barusan juga duduk, lagian juga ditraktir sama teman satu kelas. Soalnya lagi kere hehe" jawab Ifah sambil tersenyum.
"Oh yah, nanti malam jadi kita keluar? Aku langsung jemput di rumah nanti malam ya."
"Iya jadi, iya langsung jemput aja. Soalnya kalau malam aku dilarang sama bokap buat megang hp"
"Ya udah, aku masuk ruangan dulu. Dan jangan lupa dandan yang cantik nanti malam yah" pria itu sambil tersenyum.
Rasanya kayak gimana yah pada saat itu, aku sungguh kaget dan kecewa ketika pria itu bilang keluar malam sama Ifah. Sedangkan aku tidak pernah diizinkan buat pergi kerumahnya Ifah. Disitu aku mulai merasa curiga dwngan Ifah. Jangan-jangan itu pacarnya.
"Ifah, tadi itu siapa?" tanyaku
"Ha, (merasa kaget). Dia teman biasa kok, hanya saja dia satu kampung denganku, Ndri. Kenapa emangnya?"
"Hehe, nggak kok cuman kepengen tau saja sih" Sambil senyum tak karuan
"Bell pulang sudah bunyi Fah, kamu langsung pulang?"
"Iyah, soalnya ada yang tungguin di depan"
"Ya udah, kamu duluan kalau gitu. Soalnya aku mau urus sesuatu dulu"
"Ok, sampai ketemu besok, Ndri" Sambil berjalan pulang
Pada saat itu, aku sengaja bilang pura-pura ada keperluan di sekolah. Namun, sebenarnya aku pengen lihat dia pulangnya dengan siapa. Karena dia bilang ada yang nungguin di depan sekolah.
Ternyata aku melihat cowok yang di kantin tadi yang nungguin di depan sekolah untuk mengantarkan dia langsung ke rumahnya.
Rasanya sangat kecewa, melihat orang yang kita cintai bergoncengan dengan cowok lain. Padahal aku sudah lama sekali memendam perasaan ini terhadap dia, hanya saja masih menunggu waktu yang tepat buat mengungkapnya.
Suatu hari sahabat karibku memberitahukan sesuatu tentang Ifah dan seorang cowok yang mengantarkan dia waktu itu.
"Andri, lo apa kabar? Kayaknya lo nggak fit banget deh. Kenapa Ndri?" tanya Haryadin
"Yah, lagi nggak mood aja sih hehe..."
"Haha, kayak perempuan aja lu Ndri. Oh yah, ada yang ingin gue sampein sama lo, Ndri. Ini tentang Ifah" Serius Haryadin
"Lu kenal sama cowok yang foto berdua sama Ifah ini nggak?"
"Loh, inikan cowok yang nganterin Ifah pulang sekolah bulan kemaren. Dan juga mereka sempat janjian keluar malam" Serius Andri
"Wah, ternyata lu kenal juga. Ini pacarnya Ifah, Ndri"
"What? Serius lu Yadin?" Penuh rasa kaget
"Ya seriuslah Ndri, makanya Ifah sudah jarang-jarang bareng lu. Ini sebabnya, karena cowok itu larang Ifah buat dekat-dekat sama lu, Ndri"
"Gak taulah Yadin, memang benar juga sih kata lu. Mulai akhir-akhir ini Ifah sudah jarang sekali mau bicara sama gua, bahkan di kelaspun dia malah menghindar dari gua. Apa benar penyebabnya cowok itu sehingga Ifah mulai menjauh dari gue, Din" Penuh rasa kecewa.
"Sabar Ndri, makanya lu cepat ngungkapin perasaan lu sama Ifah. Nanti lu juga yang kecewa sendiri, masa lu sia-siain perasaan lu selama ini. Padahal lu sudah berkorban banyak ke dia, lah yang untung cowok itu bisa dapetin Ifah."
"Udah Din, gue pulang duluan." Rasa kesal menyertaiku.
Aku nggak tau apa yang harus di lakukan pada saat ini, rasanya sungguh kecewa mendengar kabar bahwa Ifah sudah memiliki pacar. Padahal sebentar lagi masa putih abu-abu ini akan usai berlalu, bagaimana aku bisa mengungkapkan perasaan ini sedangkan Ifah sudah memiliki pacar.
Sudah hampir 3 tahun aku memendam perasaan, apa aku harus jujur ya sama Ifah kalau selama ini aku mencintai dia. Tapi diakan sudah memiliki pacar! Kira-kira gmana cara mengungkapkan perasaan ini, jangan sampai pula cintaku bertepuk sebelah tangan, meski memang pada kenyataannya cintaku sudah bertepuk sebelah tangan.
Tapi tak apalah akan aku usahakan, tolak atau diterima itu adalah konsekuensi yang harus di rasakan oleh batin ini.
Hari ini adalah hari perpisahan untuk teman-teman kelas tiga, termasuk aku dan Ifah juga. Dan ini adalah hari terakhir untukku mengungkapkan perasaan suka kapada Ifah.
"Ifah, tunggu Fah" panggil Andri
"Eh, Andri. Kenapa?"
"Kok kamu sudah cuek banget ya sama aku. Nggak seperti biasanya" tanya Andri
" Nggak ada kok Ndri, itu hanya perasaanmu saja. Aku masih seperti biasanya kok. Masih cantik, imut dan manis hehe..." canda Ifah
"Ada yang ingin aku omongin sama kamu Fah, aku maunya bicara empat mata saja," pintaku
"Loh, kayaknya serius banget kamu kali ini Ndri. Kenapa?" ungkap Ifah penasaran
"Ayok ikut aku sebentar di kelas" Ku menarik tangan Ifah menuju ke kelas
"Kenapa Andri, kayaknya serius banget deh. Jadi takut aku lihatnya"
"Aku mau ngomong serius sama kamu Fah, aku harap kamu bisa jawab dengan jujur kali ini" Aku merasa kaku sampai kwringat dinding menyertaiku.
"Fah, aku mau bilang jujur sama kamu. Bahwa selama ini aku suka dan cinta sama kamu. Aku nggak tau mau bilang apalagi Fah, sebenarnya dari dulu aku pengen ungkapin perasaan ini. Namun, kamu selalu saja menghindar."
"Jawab dengan jujur Fah, kamu mau nggak jadi pacarku?"
"..." Ifah hanya terdiam
"Ifah, please. Ini adalah hari terakhir kita dimasa putih abu-abu, aku ingin kamu bersikap dewasa dan menjawab pertanyaanku dengan jujur Fah. Please, tolong kamu mau nggak jadi pacarku?" Aku pasang muka sedih
"Ya udah aku jawab dengan jujur Ndri, sebenarnya aku sudah memiliki pacar. Makanya selama ini aku menghindar dari kehidupanmu, karena aku sudah tau kalau ada sedikit rasa berbeda dengan perasaan suka. Dan Haryadin pun pernah cerita terhadapku sedikit tentangmu."
Aku sontak terdiam
"Akupun mau jujur sama kamu Ndri, kalau aku sudah dijodohkan sama orangtuaku dengan dia. Aku harap kamu bisa mengerti tentang hal ini, aku minta maaf Ndri. Dia juga sudah lama kenal denganku dan yang perlu kamu ketahui, habis kelulusan SMA ini aku dan dia akan mengadakan resepsi pernikahan. Aku harap kamu bisa hadir di pesta pernikahanku nanti, Andri sahabatku terbestlah"
"Sekali lagi aku minta maaf banget Andri. Aku pamit ya, lagian di luar para guru lagi membacakan nama-nama siswa yang lulus pada tahun ini. Aku harap kamu bisa memahaminya, Ndri."
Pada saat itu Ifah langsung pergi, pertemuan inilah menjadi saksi terakhir harapanku memilikinya. Aku nggak tau saat itu egoku lebih kuat daripada rasa maluku yang jelas aku merasakan kecewa sekali. Padahal sudah lama aku memendam perasaan ini. Aku rasa setelah mengungkapakannya berakhir tragis dengan undangan pernikahan yang menjadi balasannya.
Penulis
Andri Landada
Rabu, 29 April 2020
Komentar
Posting Komentar